JAKARTA, Suaraindonesia.co.id - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan syarat calon presiden dan calon wakil presiden disikapi oleh Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).
BEM SI menganggap keputusan ini inkonsisten dan memiliki unsur politis, karena putusan tersebut membuka pintu Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo menjadi calon wakil presiden.
"Kami menyatakan rasa kekecewaan terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi dalam gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan permohonan pemohon sebagian tentang usia calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah," kata Koordinator BEM Seluruh Indonesia, Ahmad Nurhadi saat melakukan orasi di depan gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023) dikutip dari beritasatu.com jejaring Suaraindonesia.co.id.
Oleh karena itu, mereka memberikan rekomendasi kebijakan kepada MK. Pertama, para hakim MK perlu tunduk dan mengikuti kode etik yang ada untuk menjaga independensi dan integritas.
Kedua, majelis MK harus bertindak tegas dalam menegakkan kode etik dan memberikan sanksi kepada pelanggar serta harus mempertimbangkan secara hati-hati untuk tidak memutuskan perkara yang terkait dengan isu kebijakan hukum yang terbuka.
Mereka juga melihat bahwa putusan ini adalah kemunduran dalam reformasi. Mereka mengaitkannya dengan peristiwa tahun 1998, ketika demokrasi Indonesia terguncang oleh rezim Soeharto.
"Kami melihat bahwa keputusan hari ini adalah kemunduran dalam reformasi, di mana kita semua tahu bahwa mahasiswa dan aktivis seluruh Indonesia pada tahun 1998 melihat demokrasi mereka terancam oleh Keluarga Cendana. Hari ini, kita melihat fenomena yang serupa, yaitu munculnya oligarki baru, yaitu Mahkamah Keluarga Joko Widodo," kata Ketua BEM UNNES Semarang, Fajar Rahmat Sidik.
Aliansi BEM Seluruh Indonesia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersatu dalam gerakan penolakan. Mereka berencana menggelar demonstrasi besar-besaran pada 20 Oktober 2023 mendatang.
"Jangan gunakan hukum untuk mempertahankan kekuasaan, dan jangan gunakan kekuasaan untuk mengubah hukum sesuai kehendaknya. Gelombang penolakan harus segera ditingkatkan, seluruh elemen masyarakat harus bersatu dalam perlawanan," tambah Ketua BEM UI, Melki Sedekhuang.
"Ikutilah aksi di jalan pada 20 Oktober 2023. Cukup sudah dengan penindasan, sudah saatnya kita bersuara dan melawan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, MK menerima permohonan pengubahan batas usia capres dan cawapres yang diajukan seorang mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A pada Senin (16/10/2023).
"Mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182 tambahan lembaran negara nomor 6109 yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman.
Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi menerima permohonan tersebut ialah karena banyak anak muda yang juga ditunjuk sebagai pemimpin.
Sekadar informasi, pemohon juga memiliki pandangan tokoh ideal sebagai pemimpin bangsa Indonesia yakni mengidolakan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka periode 2020-2025 karena pada masa pemerintahannya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23 persen padahal pada saat awal menjabat sebagai Wali Kota Surakarta pertumbuhan ekonomi Surakarta justru sedang minus 1,74 persen.
Terlebih, pemohon menganggap Wali Kota Surakarta sudah memiliki pengalaman membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat dan negara. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Redaksi |
Editor | : Danu Sukendro |
Komentar & Reaksi