SUARA INDONESIA, JAKARTA - Konflik antara Israel dan Hamas kembali memanas dengan serangan udara dan darat yang dilancarkan militer Israel di Jalur Gaza pada Kamis, 13 Juni 2024.
Serangan ini menargetkan 45 lokasi di seluruh Gaza, termasuk di Rafah, wilayah selatan Gaza, dan bagian tengah Jalur Gaza.
Aksi militer ini merupakan respons terhadap serangan roket yang dilancarkan oleh Hamas dari Gaza menuju wilayah Israel.
Amerika Serikat, bersama dengan Qatar dan Mesir, sedang berusaha mencari solusi untuk mencapai gencatan senjata yang berkelanjutan.
Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, mengungkapkan bahwa beberapa perubahan yang diajukan Hamas terhadap proposal gencatan senjata Israel dianggap "sederhana dan kecil" serta dapat dinegosiasikan.
Namun, ada juga perubahan yang dianggap "tidak konsisten" dengan parameter yang ditetapkan oleh Presiden Joe Biden atau yang didukung oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Gerald Feierstein, Direktur Program untuk Urusan Semenanjung Arab di Middle East Institute, menyatakan bahwa perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hamas sering kali mengalami kebingungan.
Menurutnya, ada pernyataan yang bertentangan dari kedua belah pihak mengenai kesepakatan yang telah dicapai.
Hamas mengklaim bahwa apa yang mereka terima secara tertulis berbeda dengan apa yang mereka pahami dari komunikasi lisan.
Hal ini menunjukkan adanya banyak ketidakjelasan dalam proses negosiasi.
Penghentian pertempuran, pembebasan sebagian sandera dari Gaza, pembebasan beberapa tahanan Palestina oleh Israel, peningkatan bantuan kemanusiaan untuk Palestina, penarikan pasukan Israel dari daerah permukiman di Gaza, dan pemulangan warga sipil Palestina ke rumah-rumah mereka.
Penghentian permusuhan secara permanen dengan imbalan pertukaran pembebasan seluruh sandera yang tersisa di Gaza dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.
Rencana rekonstruksi jangka panjang untuk Jalur Gaza yang telah hancur akibat serangan Israel selama delapan bulan terakhir, serta pemulangan jasad para sandera yang masih ditahan di Gaza.
Proses negosiasi ini tidak hanya melibatkan Israel dan Hamas, tetapi juga membutuhkan keterlibatan aktif dari mediator internasional seperti AS, Qatar, dan Mesir.
Sullivan menegaskan bahwa kerja sama antara negara-negara ini sangat penting untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak.
Meskipun tantangan yang dihadapi cukup besar, ada harapan bahwa kesepakatan gencatan senjata dapat tercapai untuk menghentikan pertumpahan darah dan membawa perdamaian di wilayah tersebut.
Konflik Israel-Hamas terus menunjukkan betapa kompleks dan sulitnya mencapai perdamaian di wilayah tersebut.
Namun, dengan adanya upaya internasional yang intensif, harapan untuk gencatan senjata yang berkelanjutan tetap ada.
Dunia internasional berharap bahwa negosiasi ini dapat membawa perubahan positif dan mengakhiri penderitaan yang dialami oleh warga sipil di Gaza. (*)
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Aditya Mulawarman |
Editor | : Mahrus Sholih |
Komentar & Reaksi